BAB I
PENDAHULUAN
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah
nikah. Menurut kamus bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau
bersatu. Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam
agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan
laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dlan
mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan
pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Tujuan pernikahan adalah untuk
mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di
dunia dan akhirat.
Dalam usaha meleburkan suatu bentuk hukum dalam dunia hukum Islam Indonesia.
Tentunya kita ingin mengetahui lebih dalam darimana asal konsep hukum yang
diadopsi oleh Departemen Agama RI tersebut yang kemudian menjadi produk hukum
yang lazim disebut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dan diantara materi
bahasannya adalah rukun dan syarat perkawinan yang akan coba kita pelajari
perbandingannya dengan fikih munakahat.
Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan, mengakibatkan diakuinya
keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama/fiqih munakahat atau
pemerintah (Kompilasi Hukum Islam). Bila salah satu syarat atau rukun tersebut
tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut fikih
munakahat atau Kompilasi Hukum Islam, menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan salah satunya.
Berawal dari garis perbandingan antara kedua produk hukum tersebut, saya
mencoba membahas perbandingan antara keduanya sehingga dapat diketahui lebih
dalam hubungan antara keduanya. [1] http://aul-al-ghifary.blogspot.com/2013/10/munakahat.html
BAB II
MUNAKAHAT
A. Pengertian Munakahat (Perkawinan)
Perkawinan ialah akad yang
menghalalkan di antara lelaki dengan perempuan hidup bersama dan menetapkan
tiap-tiap pihak dari pada mereka hak-hak dan tanggung jawab. Dalam arti kata
lain, suatu akad yang menghalalkan persetubuhan dengan sebab perkataan yang
mengandungi lafaz nikah, perkawinan dan sebagainya.
Berikut dinyatakan beberapa ayat
Al-Quran Al-Karim mengenai perkawinan dan tujuan-tujuan di syariatkannya.
Allah berfirman dalam surah An-Nisaa’
ayat 3,
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya :
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Dari ayat tersebut di atas,
dapat diambil penjelasan bahawa seorang lelaki disuruh oleh Allah SWT untuk
berkahwin jika berkemampuan, sehingga kepada empat orang isteri dengan cara
berlaku adil terhadap mereka seperti mana yang ditentukan oleh syarak.
Sebaliknya jika bimbang tidak dapat berlaku adil maka berkawinlah dengan
seorang sahaja.
Allah berfirman, Artinya :“Wahai
manusia ! Bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dari satu
diri, dan dari padanya dijadikanNya serta dari keduanya Dia memperkembang
biakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang kamu telah
bertanya tentang namaNya yang peliharalah keluargamu. Sesungguhnya Allah
Pengawas atas kamu.”
Di antara hadis Rasulullah SAW yang
menerangkan mengenai perkahwinan adalah sebagaimana berikut. artinya :
“Diriwayatkan dari Abdullah bin
Mas’ud katanya, Rasulullah SAW bersabda kepada kamu: Wahai kumpulan
anak-anak muda ! Barang siapa di antara kamu yang mampu berkahwin hendaklah
berkahwin. Kerana sesungguhnya perkahwinan itu menutup pandangan dan memelihara
kemaluan. Tetapi barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa
sebab yang demikian itu akan menahan nafsunya.”
Dijelaskan dalan hadis di atas
bahawa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya yang mempunyai kemampuan dan
keupayaan supaya berkahwin, kerana perkahwinan merupakan tuntutan syariat
dan sunnah Nabi SAW. Antara faedah yang ketara di sini ialah
seseorang itu dapat menjauhkan diri dari perkara negatif atau perbuatan
keji yang dilarang oleh Allah SWT seperti berbuat zina dan sebagainya.
Sekiranya seseorang itu tidak mampu berkahwin hendaklah dia berpuasa itu dapat
mengekang nafsu syahwat.
Memandangkan kelengkapan
ajaran Islam dalam menjamin kesejahtaraan rumah tangga, keturunan dan
keselamatan umat, maka syariat Islam telah mengadakan beberapa peraturan hukum
perkahwinan agar manusia tidak akan tergelincir ke dalam kerosakan dan
kehancuran kerana sudah menjadi fardhu ain terhadap orang Islam dan mengaku
dirinya Islam wajib mempelajari hukum-hukum Allah termasuk hukum nikah cerai
dan rujuk.
Perkawinan hendaklah diasaskan
kepada beberapa faktor penting untuk menjamin kebahagiaan antaranya ialah :
- Perkawinan diasaskan dengan rasa taqwa kepada
Allah. Tanpa taqwa, dikewhatiri perkawinan itu tidak akan mencapai
kepada matlamatnya, tambahan pula berkawin itu juga merupakan ibadat dan
sunnah.
- Perkawinan hendaklah juga diasaskan kepada rasa
Al Mawaddah dan Ar Rahman. Tanpa dua perkara ini perkahwinan akan
hancur dan tinggallah cita-cita sahaja.
- Sesebuah rumah tangga juga perlu diasaskan kepada
dasar hidup bersama secara yang baik dan diredhai Allah SWT. Maka
itulah yang biasa disebut Al Mu’assarah Bi Al Maaruf.
- Perkawinan juga berasaskan kepada amanah dan tanggung jawab bukannya kehendak nafsu semata-mata. Suatu amanah hendaklah ditunaikan dengan sebaik-baiknya, sementara tanggung jawab dilaksanakan dengan jujur dan ikhlas hati.
B. Hukum dan daliln Manakahat
Pada
dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.di antaranya :
a) Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang
mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan
– keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b) Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan
dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
Sabda
Nabi Muhammad SAW.
“Hai
golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah
menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang
dilarang oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak
sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.”
(HR Bukhari Muslim)
c) Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan
pernikahan Karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau
kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman
Allah SWT :
“Hendaklah
menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
d) Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat
untuk menyakiti istrinya atau menyia – nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena
bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya
tidak mendesak.
e) Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal
– hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.
C. Syarat dan rukun munakahat
Rukun nikah ada lima macam, yaitu :
1. Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai
berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar – benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Bukan mahram calon istri
5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6) Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun
2. Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai
berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar – benar perempuan
3) Tidak dipaksa,
4) Halal bagi calon suami
5) Bukan mahram calon suami
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun
3. Wali
Wali harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki – laki
4. Dua orang saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat – syarat sebagai
berikut :
1) Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mengerti maksud akad nikah
7) Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda
Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang
saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)
5. Ijab dan Qabul
“Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat
Allah”. (HR. Muslim).
D. HIKMAH DAN TUJUAN
1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
Dengan perkawinan orang dapat memnuhi tuntutan napsu
seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan
ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :
“Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri
– istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiad.
Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat
biologis. Dorongan biologis dalam rangka kelangsugan hidup manusia berwujud
nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran
nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan
maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit
yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk
menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan –
pebuatan maksiad.
3.Perkawinan
untuk Melanjutkan Keturunan
Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia
diciptakan dari
yang satu, kemudian dijadika baginya istri, dan dari
keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang banyak, terdiri dari laki –
laki dan perempuan.
Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui
pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah
keturunannya. Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan
keturunan dan menunjang nilai – nilai kemanusiaan.