Minggu, 22 November 2015

Contoh Makalah Pernikahan


BAB I
PENDAHULUAN
         Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut kamus bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dlan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat.
     Dalam usaha meleburkan suatu bentuk hukum dalam dunia hukum Islam Indonesia. Tentunya kita ingin mengetahui lebih dalam darimana asal konsep hukum yang diadopsi oleh Departemen Agama RI tersebut yang kemudian menjadi produk hukum yang lazim disebut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dan diantara materi bahasannya adalah rukun dan syarat perkawinan yang akan coba kita pelajari perbandingannya dengan fikih munakahat.
       Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan, mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama/fiqih munakahat atau pemerintah (Kompilasi Hukum Islam). Bila salah satu syarat atau rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut fikih munakahat atau Kompilasi Hukum Islam, menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan salah satunya.
    Berawal dari garis perbandingan antara kedua produk hukum tersebut, saya mencoba membahas perbandingan antara keduanya sehingga dapat diketahui lebih dalam hubungan antara keduanya. [1] http://aul-al-ghifary.blogspot.com/2013/10/munakahat.html



BAB II
MUNAKAHAT
A.   Pengertian Munakahat (Perkawinan)
            Perkawinan ialah akad yang menghalalkan di antara lelaki dengan perempuan hidup bersama dan menetapkan tiap-tiap pihak dari pada mereka hak-hak dan tanggung jawab. Dalam arti kata lain, suatu akad yang menghalalkan persetubuhan dengan sebab perkataan yang mengandungi lafaz nikah, perkawinan dan sebagainya.
            Berikut dinyatakan beberapa ayat Al-Quran Al-Karim mengenai perkawinan dan tujuan-tujuan di syariatkannya.
            Allah berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 3,
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya :   
            “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
             Dari ayat tersebut di atas, dapat diambil penjelasan bahawa seorang lelaki disuruh oleh Allah SWT untuk berkahwin jika berkemampuan, sehingga kepada empat orang isteri dengan cara berlaku adil terhadap mereka seperti mana yang ditentukan oleh syarak. Sebaliknya jika bimbang tidak dapat berlaku adil maka berkawinlah dengan seorang sahaja.
            Allah berfirman, Artinya :“Wahai manusia ! Bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dari satu diri, dan dari padanya dijadikanNya serta dari keduanya Dia memperkembang biakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang kamu telah bertanya tentang namaNya yang peliharalah keluargamu. Sesungguhnya Allah Pengawas atas kamu.”
            Di antara hadis Rasulullah SAW yang menerangkan mengenai perkahwinan adalah sebagaimana berikut.  artinya :

            “Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud katanya, Rasulullah SAW bersabda kepada kamu:  Wahai kumpulan anak-anak muda ! Barang siapa di antara kamu yang mampu berkahwin hendaklah berkahwin. Kerana sesungguhnya perkahwinan itu menutup pandangan dan memelihara kemaluan. Tetapi barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa sebab yang demikian itu akan menahan nafsunya.”
            Dijelaskan dalan hadis di atas bahawa  Rasulullah SAW memerintahkan umatnya yang mempunyai kemampuan dan keupayaan  supaya berkahwin, kerana perkahwinan merupakan tuntutan syariat dan sunnah Nabi SAW.  Antara faedah yang ketara di sini ialah  seseorang itu dapat  menjauhkan diri dari perkara negatif atau perbuatan keji yang dilarang oleh Allah SWT seperti berbuat zina dan sebagainya.  Sekiranya seseorang itu tidak mampu berkahwin hendaklah dia berpuasa itu dapat mengekang nafsu syahwat.
             Memandangkan kelengkapan ajaran Islam dalam menjamin kesejahtaraan rumah tangga, keturunan dan keselamatan umat, maka syariat Islam telah mengadakan beberapa peraturan hukum perkahwinan agar manusia tidak akan tergelincir ke dalam kerosakan dan kehancuran kerana sudah menjadi fardhu ain terhadap orang Islam dan mengaku dirinya Islam wajib mempelajari hukum-hukum Allah termasuk hukum nikah cerai dan rujuk.
            Perkawinan hendaklah diasaskan kepada beberapa faktor penting untuk menjamin kebahagiaan antaranya ialah :
  1. Perkawinan diasaskan dengan rasa taqwa kepada Allah.  Tanpa taqwa, dikewhatiri perkawinan itu tidak akan mencapai kepada matlamatnya, tambahan pula berkawin itu juga merupakan ibadat dan sunnah.
  2. Perkawinan hendaklah juga diasaskan kepada rasa Al Mawaddah dan Ar Rahman.  Tanpa dua perkara ini perkahwinan akan hancur dan tinggallah cita-cita sahaja.
  3. Sesebuah rumah tangga juga perlu diasaskan kepada dasar hidup bersama secara yang baik dan diredhai Allah SWT.  Maka itulah yang biasa disebut Al Mu’assarah Bi Al Maaruf.
  4. Perkawinan juga berasaskan kepada amanah dan tanggung jawab bukannya kehendak nafsu semata-mata.  Suatu amanah hendaklah ditunaikan dengan sebaik-baiknya, sementara tanggung jawab dilaksanakan dengan jujur dan ikhlas hati. 
B.   Hukum dan daliln Manakahat
    Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.di antaranya :

a)     Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b)     Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
Sabda Nabi Muhammad SAW.
“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim)
c)      Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman Allah SWT :
“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
d)     Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia – nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e)     Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.



C.   Syarat dan rukun munakahat
 Rukun nikah ada lima macam, yaitu :
1.      Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
            1)      Beragama Islam
            2)      Benar – benar pria
            3)      Tidak dipaksa
            4)      Bukan mahram calon istri
            5)      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
            6)      Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun
2.      Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :
           1)      Beragama Islam
           2)      Benar – benar perempuan
           3)      Tidak dipaksa,
           4)      Halal bagi calon suami
           5)      Bukan mahram calon suami
           6)      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
            7)      Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun
3.      Wali
Wali harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
            1)      Beragama Islam
            2)      Baligh (dewasa)
            3)      Berakal Sehat
            4)      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
            5)      Adil (tidak fasik) 
            6)      Mempunyai hak untuk menjadi wali
            7)      Laki – laki

4.      Dua orang saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :   
           1)      Islam
           2)      Baligh (dewasa)
           3)      Berakal Sehat
           4)      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
           5)      Adil (tidak fasik)
           6)      Mengerti maksud akad nikah
           7)      Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)
5.      Ijab dan Qabul
“Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).

D.   HIKMAH DAN TUJUAN
1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
Dengan perkawinan orang dapat memnuhi tuntutan napsu seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :
Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)

2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiad.
Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam rangka kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan – pebuatan maksiad.
3.Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan
Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari
yang satu, kemudian dijadika baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang banyak, terdiri dari laki – laki dan perempuan.
Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai – nilai kemanusiaan.